Luka Bakar
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi; juga oleh sebab kontak dengan suhu rendah (frostbite). Luka bakar ini dapat mengakibatkan kematian, atau akibat lain yang berkaitan dengan problem fungsi maupun estetik.
Penyulit yang timbul pada luka bakar antara lain gagal ginjal akut, edema paru, SlRS (systemic inflammatory response syndrome), infeksi dan sepsis, serta parut hipertrofik dan kontraktur.
Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan luasnya permukaan luka bakar; dan penanganan sejak awal hingga penyembuhan. Selain itu faktor letak daerah yang terbakar, usia, dan keadaan kesehatan penderita juga turut menentukan kecepatan penyembuhan. Luka bakar pada daerah perineum, ketiak, leher, dan tangan sulit dalam perawatannya, antara lain karena mudah mengalami kontraktur.
Etiologi
Disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh melelui konduksi atau radiasi elektromagnitik.
Berdasarkan perjalanan penyakitnya luka bakar dibagi menjadi 3 fase, yaitu :
1. Fase akut
Pada fase ini problema yang ada berkisar pada gangguan saluran napas karena adanya cedera inhalasi dan gangguan sirkulasi. Pada fase ini terjadi gangguan keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit akibat cedera termis bersifat sistemik.
2. Fase sub akut
Fase ini berlangsung setelah shock berakhir. Luka terbuka akibat kerusakan jaringan (kulit dan jaringan dibawahnya) menimbulkan masalah inflamasi, sepsis dan penguapan cairan tubuh disertai panas/energi.
3. Fase lanjut
Fase ini berlangsung setelah terjadi penutupan luka sampai terjadi maturasi. Masalah pada fase ini adalah timbulnya penyulit dari luka bakar berupa parut hipertrofik, kontraktur, dan deformitas lainnya.
Patofisiologi
Cedera termis menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sampai syok, yang dapat menimbulkan asidosis, nekrosis tubular akut, dan disfungsi serebral. Kondisi-kondisi ini dapat dijumpai pada fase awal/akut/syok yang biasanya berlangsung sampai 72 jam pertama.
Dengan kehilangan kulit yang memiliki fungsi sebagai barier (sawar), luka sangat mudah terinfeksi. Selain itu, dengan kehilangan kulit luas, terjadi penguapan cairan tubuh yang berlebihan. Penguapan cairan ini disertai pengeluaran protein dan energi, sehingga terjadi gangguan metabolisme.
Jaringan nekrosis yang ada melepas toksin (burn toxin, suatu lipid protein kompleks) yang dapat menimbulkan SIRS bahkan sepsis yang menyebabkan disfungsi dan kegagalan fungsi organ-organ tubuh seperti hepar dan paru (ARDS); yang berakhir dengan kematian.
Reaksi inflamasi yang berkepanjangan akibat luka bakar menyebabkan kerapuhan jaringan dan struktur-struktur fungsional. Kondisi ini menyebabkan timbulnya parut yang tidak beraturan (hipertrofik), kontraktur, deformitas sendi dan sebagainya.
Kedalaman Luka Bakar
1. Derajat 1 (luka bakar superfisial)
Luka bakar hanya terbatas pada lapisan epidermis. Luka bakar derajat ini ditandai dengan kemerahan yang biasanya akan sembuh tanpa jaringan parut dalam waktu 5 - 7 hari.
2. Derajat 2 (luka bakar dermis)
Luka bakar derajat dua mencapai kedalaman dermis tetapi masih ada elemen epitel yang tersisa, seperti sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan folikel rambut. Dengan adanya sisa sel epitel yang sehat ini, luka dapat sembuh sendiri dalam 10 - 21 hari. Oleh karena kerusakan kapiler dan ujung saraf di dermis, luka derajat ini tampak lebih pucat dan lebih nyeri dibandingkan luka bakar superfisial, karena adanya iritasi ujung saraf sensorik. Juga timbul bula berisi cairan eksudat yang keluar dari pembuluh karena permeabilitas dindingnya meninggi. Luka bakar derajat 2 dibedakan menjadi:
Derajat 2 dangkal, di mana kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis dan penyembuhan terjadi secara spontan dalam 10 - 14 hari
Derajat 2 dalam, di mana kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis. Bila kerusakan lebih dalam mengenai dermis, subyektif dirasakan nyeri. Penyembuhan terjadi lebih lama tergantung bagian dari dermis yang memiliki kemampuan reproduksi sel-sel kulit (biji epitel, stratum germinativum, kelenjar keringat, kelenjar sebasea, dsb.) yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari 1 bulan.
3. Derajat 3
Luka bakar derajat tiga meliputi seluruh kedalaman kulit, mungkin subkutis, atau organ yang lebih dalam. Oleh karena tidak ada lagi elemen epitel yang hidup maka untuk mendapatkan kesembuhan harus dilakukan cangkok kulit. Koagulasi protein yang terjadi memberikan gambaran luka bakar berwarna keputihan, tidak ada bula, dan tidak nyeri.
Gambar rule of nine untuk dewasa
Klasifikasi Luka Bakar
1. Berat/kritis bila:
Derajat 2 dengan luas lebih dari 25 %
Derajat 3 dengan luas lebih dari 10 %, atau terdapat di muka, kaki, dan tangan
Luka bakar disertai trauma jalan napas atau jaringan lunak luas, atau fraktur
Luka bakar akibat listrik.
2. Sedang bila:
Derajat 2 dengan luas 15-25 %
Derajat 3 dengan luas kurang dari 10 %, kecuali muka, kaki, dan tangan.
3. Ringan bila:
Derajat 2 dengan luas kurang dari 15 %.
Derajat 3 kurang dari 2 %
Luas Luka Bakar
1. Perhitungan luas luka bakar antara lain berdasarkan rule of nine dari Wallace, yaitu
Kepala dan leher: 9 %
Ekstremitas atas: 2 x 9 % (kiri dan kanan)
Paha dan betis-kaki: 4 x 9 % (kiri dan kanan)
Dada, perut, punggung, bokong: 4 x 9 %
Perineum dan genitalia:1 %.
2. Rumus tersebut tidak digunakan pada anak dan bayi karena luas relatif permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Oleh karena itu, digunakan rumus 10 untuk bayi dan rumus 10-15-20 dari Lund dan Browder untuk anak (lihat gambar di bawah ini ).
Dasar presentasi yang digunakan dalam rumus-rumus tersebut di atas adalah luas telapat tangan dianggap = 1 %.
Penatalaksanaan
Prinsip penanganan luka bakar adalah penutupan lesi sesegera mungkin, pencegahan infeksi mengurangi rasa sakit, pencegahan trauma mekanik pada kulit yang vital dan elemen di dalamnya, dan pembatasan pembentukan jaringan parut.
Pada saat kejadian, hal pertama yang harus dilakukan adalah menjauhkan korban dan sumber trauma. Padamkan api dan siram kulit yang panas dengan air. Pada trauma bahan kimia, siram kulit dengan air mengalir. Proses koagulasi protein sel dijaringan yang terpajan suhu tinggi berlangsung terus walau api telah dipadamkan, sehingga destruksi tetap meluas. Proses tersebut dapat dihentikan dengan mendinginkan daerah yang terbakar dan mempertahankan suhu dingin ini pada jam pertama. Oleh karena itu, merendam bagian yang terbakar selama lima belas menit pertama sangat bermanfaat. Tindakan ini tidak dianjurkan pada luka bakar > 10%, karena akan terjadi hipotermia yang menyebabkan cardiac arrest.
Tindakan selanjutnya adalah sebagai berikut:
1. Lakukan resusitasi dengan memperhatikan jalan napas, pernapasan dan sirkulasi, yaitu:
Periksa jalan napas
Bila dijumpai obstruksi jalan napas, buka jalan napas dengan pembersihan jalan napas (suction, dsb), bila perlu lakukan trakeostomi atau intubasi
Berikan oksigen
Pasang iv line untuk resusitasi cairan, berikan cairan RL untuk mengatasi syok
Pasang kateter buli-buli untuk pemantauan diuresis
Pasang pipa lambung untuk mengosongkan lambung selama ada ileus paralitik
Pasang pemantau tekanan vena sentral (central venous pressurel/CVP) untuk pemantauan sirkulasi darah, pada luka bakar ektensif (> 40%)
2. Periksa cedera yang terjadi di seluruh tubuh secara sistimatis untuk menentukan adanya cedera inhalasi, luas dan derajat luka bakar. Dengan demikian jumlah dan jenis cairan yang diperlukan untuk resusitasi dapat ditentukan. Terapi cairan diindikasikan pada luka bakar derajat 2 atau 3 dengan luas > 25 %, atau pasien tidak dapat minum. Terapi cairan dihentikan bila masukan oral dapat menggantikan parenteral. Dua cara yang lazim digunakan untuk menghitung kebutuhan cairan pada penderita luka bakar, yaitu:
Cara Evans. Untuk menghitung kebutuhan cairan pada hari pertama hitunglah:
o Berat badan (kg) x % luka bakar x 1 cc NaCl (1)
o Berat badan (kg) x % luka bakar x 1 cc larutan koloid (2)
o 2.000 cc glukosa 5% (3)
Separuh dari jumlah (1), (2), dan (3) diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua. Sebagai monitoring pemberian cairan lakukan penghitungan diuresis.
Cara Baxter. Merupakan cara lain yang lebih sederhana dan banyak dipakai. Jumlah kebutuhan cairan pada hari pertama dihitung dengan rumus = % luka bakar x BB (kg) x 4 cc. Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam. Hari pertama terutama diberikan elektrolit yaitu larutan Ringer laktat karena terjadi hiponatremi. Untuk hari kedua diberikan setengah darijumlah pemberian hari pertama.
3. Berikan analgetik. Analgetik yang efektif adalah morfin atau petidin, diberikan secara intravena. Hati-hati dengan pemberian intramuskular karena dengan sirkulasi yang terganggu akan terjadi penimbunan di dalam otot.
4. Lakukan pencucian luka setelah sirkulasi stabil. Pencucian luka dilakukan dengan melakukan debridement dan memandikan pasien menggunakan cairan steril dalam bak khusus yang mengandung larutan antiseptik. Antiseptik lokal yang dapat dipakai yaitu Betadine® atau nitras argenti 0,5%.
5. Berikan antibiotik topikal pascapencucian luka dengan tujuan untuk mencegah dan mengatasi infeksi yang terjadi pada luka. Bentuk krim lebih bermanfaat daripada bentuk salep atau ointment. Yang dapat digunakan adalah silver nitrate 0,5%, mafenide acetate 10%, silver sulfadiazin 1%, atau gentamisin sulfat.
Kompres nitras argenti yang selalu dibasahi tiap 2 jam efektif sebagai bakteriostatik untuk semua kuman. Obat lain yang banyak dipakai adalah silversulfadiazin dalam bentuk krim 1%. Krim ini sangat berguna karena bersifat bakteriostatik, mempunyai daya tembus yang cukup, efektif terhadap semua kuman, tidak menimbulkan resistensi, dan aman.
6. Balut luka dengan menggunakan kassa gulung kering dan steril.
7. Berikan serum anti-tetanus/toksoid yaitu ATS 3.000 unit pada orang dewasa dan separuhnya pada anak-anak.
Indikasi Rawat Inap
1. Penderita syok atau terancam syok bila luas luka bakar > 10% pada anak atau > 15% pada orang dewasa.
2. Terancam edema laring akibat terhirupnya asap atau udara hangat.
3. Letak luka memungkinkan penderita terancam cacat berat, seperti pada wajah, mata, tangan, kaki, atau perineum.
Perawatan
a. Nutrisi diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan keseimbangan nitrogen yang negatif pada fase katabolisme, yaitu sebanyak 2.500 - 3.000 kalori sehari dengan kadar protein tinggi.
b. Perawatan lokal dapat secara terbuka atau tertutup.
c. Antibiotik topikal diganti satu kali dalam satu hari, didahului hidroterapi untuk mengangkat sisa-sisa krim antibiotik sebelumnya. Bila kondisi luka sangat kotor atau dijumpai banyak krusta dan atau eksudat, pemberian dapat diulang sampai dengan 2 - 3 kali sehari.
d. Rehabilitasi termasuk latihan pernapasan dan pergerakan otot dan sendi.
e. Usahakan tak ada gangguan dalam penyembuhan; penyembuhan bisa dicapai secepatnya dengan:
Perawatan luka bakar yang baik
Penilaian segera daerah-daerah luka bakar derajat 3 atau 2 dalam. Kalau memungkinkan buang kulit yang non vital dan menambalnya secepat mungkin.
f. Usahakan mempertahankan fungsi sendi-sendi. Latihan gerakan atau bidai dalam posisi baik.
g. Aturlah proses maturasi sehingga tercapai tanpa ada proses kontraksi yang akan mengganggu fungsi. Bilamana luka bakar sembuh per sekundam dalam 3 minggu atau lebih selalu ada kemungkinan timbul parut hipertrofi dan kemungkinan kontraktur pada waktu proses maturasi. Sebaiknya dipasang perban ½ menekan, bidai yang sesuai dan anjuran untuk mengurangi edema dengan elevasi daerah yang bersangkutan.
h. Antibiotik sistemik spektrum luas diberikan untuk mencegah infeksi. Infeksi dapat memperburuk derajat luka bakar dan mempersulit penyembuhan. Yang banyak dipakai adalah golongan aminoglikosida yang efektif terhadap pseudomonas.
i. Suplementasi vitamin yamg dapat diberikan yaitu vitamin A 10.000 unit per minggu, vitamin C 500 mg dan sulfas ferosus 500 mg.
Tindakan Bedah
Eskaratomi dilakukan juga pada luka bakar derajat III yang melingkar pada ekstremitas atau tubuh. Hal ini dilakukan untuk sirkulasi bagian distal akibat pengerutan dan penjepitan dari eskar. Tanda dini penjepitan berupa nyeri, kemudian kehilangan daya rasa menjadi kebal pada ujung-ujung distal. Tindakan yang dilakukan yaitu membuat irisan memanjang yang membuka eskar sampai penjepitan bebas.
Debridemen diusahakan sedini mungkin untuk membuang jaringan mati dengan jalan eksisi tangensial.
Trauma Kimia
Trauma akibat bahan kimia diperlakukan sebagai luka bakar karena sama-sama menimbulkan efek panas seperti luka bakar.
Penatalaksanaan
Yang paling penting adalah penanganan harus segera dilakukan begitu terjadi trauma, meliputi perawatan luka lokal dan perawatan sistemik untuk menunjang kesembuhan . Urutan tindakan yang harus dilakukan:
1. Melepaskan pakaian dan irigasi dengan air dalam jumlah banyak. Pengenceran tersebut akan menghilangkan zat kimia dari tubuh sekaligus mengurangi reaksi antara zat kimia dengan jaringan tubuh.
2. Irigasi dilanjutkan selama 2 jam pada trauma asam dan 12 jam pada trauma basa.
3. Rehidrasi, karena trauma kimia dan luka bakar sama-sama menyebabkan keadaaan hipovolemia
Catatan:
Bahan kimia yang berupa asam/basa kuat menimbulkan reaksi tubuh, menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat dan penyembuhan yang lama, sehingga menimbulkan deformitas bagian tubuh terkena. Hal yang perlu dicatat pada pertolongan; jangan memberikan antidotum (asam diberi basa atau sebaliknya) karena akan menimbulkan reaksi yang akan memperberat kerusakan yang terjadi.
Trauma Listrik
Kerusakan akibat listrik pada struktur yang lebih dalam tergantung pada resistensi jaringan, dengan urutan paling resisten adalah berturut-turut tulang, lemak, tendon, kulit, otot, pembuluh darah, dan syaraf.
Penatalaksanaan
1. Lakukan ABC traumatologi.
2. Perhatikan khusus pada kelainan yang merupakan dampak aliran listrik pada tubuh, antara lain:
Ensefalopati
Kardiomiopati
Gagal ginjal akut
Rabdomiolisis
3. Penatalaksanaan lainnya sebagaimana penanganan luka bakar pada umumnya. Namun karena kerusakan jaringan yang terjadi pada luka bakar listrik memiliki kekhususan maka penanganan luka tidak terlalu agresif.
4. Evaluasi status neurologis berulang selama masa penyembuhan, karena trauma listrik dapat disertai trauma tumpul dan trauma kepala.
5. Terapi cairan. Kerusakan jaringan yang luas akan menyebabkan hilangnya cairan (hipovolemi) dan asidosis metabolik maka diperlukan cairan kristaloid untuk rehidrasi dan natrium bikarbonat sebanyak 200- 400 mmol untuk mengoreksi asidosis.
Komplikasi
1. Neurologis
Trauma listrik dengan arus rendah akan menyebabkan satu atau lebih gejala neurologis pada separuh kasus, sementara arus tinggi akan menyebabkan defisit neurologis pada dua pertiga kasus.
Trauma susunan saraf pusat
Gejala bervariasi mulai dari gangguan kesadaran, kejang, penurunan daya ingat, kelabilan emosi, gangguan belajar, dan sakit kepala.
Trauma susunan saraf tepi
Hilangnya daya sensoris dan motoris, parestesi, paralisis, paresis, disestesia, causalgia, dan distrofi refleks simpatis. Separuh kasus dengan neuropati perifer tidak akan mencapai kesembuhan sempurna.
2. Kerusakan pleura: efusi dan pneumonitis.
3. Trauma jantung, dapat terjadi aritmia namun tidak terlalu berbahaya pada pasien normal.
4. Trauma abdomen dapat menyebabkan nekrosis atau perforasi saluran cerna.
5. Mata, hanya terjadi perubahan jaringan pada arus yang lebih dari 100 volt, paling sering berupa kekeruhan lensa.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar