Jumat, 27 Maret 2009

FRAKTUR

Fraktur

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur dapat dibagi menjadi:

1. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.

2. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit. Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat (menurut R. Gustillo), yaitu:

Derajat I:

o luka <>

o kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk

o fraktur sederhana, tranversal, oblik, atau kominutif ringan

o kontaminasi minimal

Derajat II:

o laserasi > 1 cm

o kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulsi

o fraktur kominutif sedang

o kontaminasi sedang

Derajat III:

Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi atas:

a. Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat laserasi luas/flap/avulsi; atau fraktur segmental/sangat kominutif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka.

b. Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau kontaminasi masif.

c. Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat kerusakan jaringan lunak.

Deskripsi Fraktur

Untuk menjelaskan keadaan fraktur, hal-hal yang perlu dideskripsikan adalah:

1. Komplit/tidak komplit

a. Fraktur komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.

b. Fraktur tidak komplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang, seperti:

o Hairline fracture (patah retak rambut).

o Buckle fracture atau torus fracture, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya, biasanya pada distal radius anak-anak.

o Greenstick fracture, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang anak.

2. Bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma.

a. Garis patah melintang: trauma angulasi atau langsung

b. Garis patah oblik: trauma angulasi

c. Garis patah spiral: trauma rotasi

d. Fraktur kompresi: trauma aksial-fleksi pada tulang spongiosa

e. Fraktur avulsi: trauma tarikan/traksi otot pada insersinya di tulang, misalnya fraktur patela.

3. Jumlah garis patah.

a. Fraktur kominutif: garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.

b. Fraktur segmental: garis patah lebih dari satu tetapi tidak berhubungan. Bila dua garis patah disebut pula fraktur bifokal.

c. Fraktur multipel: garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan tempatnya, misalnya fraktur femur, fraktur kruris, dan fraktur tulang belakang.

4. Bergeser/tidak bergeser.

a. Fraktur undisplaced (tidak bergeser), garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser, periosteumnya masih utuh.

b. Fraktur displaced (bergeser), terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi:

o dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan overlapping)

o dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)

o dislokasi ad latus (pergeseran di mana kedua fragmen saling menjauhi).

5. Terbuka-tertutup (lihat di atas).

6. Komplikasi-tanpa komplikasi, bila ada harus disebut. Komplikasi dapat berupa Komplikasi dini atau lambat, lokal atau sistemik, oleh trauma atau akibat pengobatan.

Dalam menegakkan diagnosis fraktur harus disebut jenis tulang atau bagian tulang yang mempunyai nama sendiri, kiri atau kanan, bagian mana dari tulang (proksimal, tengah atau distal), komplit atau tidak, bentuk garis patah, jumlah garis patah, bergeser tidak bergeser, terbuka atau tertutup dan komplikasi bila ada. Sebagai contoh:

o Fraktur femur proksimal kanan garis patah oblik, displaced, dislokasi ad latus terbuka derajat satu, neurovaskular distal baik

o Fraktur kondilus lateralis humerus sinistra, displaced, tertutup dengan paralisis nervus radialis.

Diagnosis

1. Anamnesis

Bila tidak ada riwayat trauma, berarti fraktur patologis. Trauma harus diperinci kapan terjadinya, di mana terjadinya, jenisnya, berat-ringan trauma, arah trauma, dan posisi pasien atau ekstremitas yang bersangkutan (mekanisme trauma). Jangan lupa untuk meneliti kembali trauma di tempat lain secara sistematik dari kepala, muka, leher, dada, dan perut.

2. Pemeriksaan umum

Dicari kemungkinan komplikasi umum seperti syok pada fraktur multipel, fraktur pelvis, fraktur terbuka; tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka yang mengalami infeksi.

3. Pemeriksaan status lokalis

Tanda-tanda klinis pada fraktur tulang panjang:

a. Look, cari apakah terdapat:

o Deformitas, terdiri dari penonjolan yang abnomal (misalnya pada fraktur kondilus lateralis humerus), angulasi, rotasi, dan pemendekan

o Functio laesa (hilangnya fungsi), misalnya pada fraktur kruris tidak dapat berjalan.

o Lihat juga ukuran panjang tulang, bandingkan kiri dan kanan, misalnya pada tungkai bawah meliputi apparent length (jarak antara umbilikus dengan maleolus medialis), dan true length (jarak antara SIAS dengan maleolus medialis).

b. Feel, apakah terdapat nyeri tekan. Pemeriksaan nyeri sumbu tidak dilakukan lagi karena akan menambah trauma.

c. Move, untuk mencari:

o Krepitasi, terasa bila fraktur digerakkan. Tetapi pada tulang spongiosa atau tulang rawan epifisis tidak terasa krepitasi. Pemeriksaan ini sebaiknya tidak dilakukan karena menambah trauma.

o Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif maupun pasif.

o Seberapa jauh gangguan-gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang tidak mampu dilakukan, range of motion (derajat dari ruang lingkup gerakan sendi), dan kekuatan.

Penatalaksanaan

Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernapasan (breathing), dan sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara terperinci. Waktu terjadinya kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat, singkat dan lengkap. Kemudian, lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.

Pengobatan fraktur tertutup bisa konservatif atau operatif.

1. Terapi konservatif, terdiri dari:

a. Proteksi saja, misalnya mitela untuk fraktur collum chirurgicum humeri dengan kedudukan baik.

b. Imobilisasi saja tanpa reposisi, misalnya pemasangan gips pada fraktur inkomplit dan fraktur dengan kedudukan baik.

c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips, misalnya pada fraktur suprakondilus, fraktur Colles, fraktur Smith. Reposisi dapat dalam anastesi umum atau lokal.

d. Traksi, untuk reposisi secara perlahan. Pada anak-anak dipakai traksi kulit (traksi Hamilton Russel, traksi Bryant). Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban <>

2. Terapi operatif, terdiri dari:

a. Reposisi terbuka, fiksasi interna.

b. Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi eksterna.

Terapi operatif dengan reposisi anatomis diikuti dengan fiksasi interna (open reduction and internal fixation), artroplasti eksisional, eksisi fragmen, dan pemasangan endoprostesis.

Tindakan pada fraktur terbuka harus dilakukan secepat mungkin. Penundaan waktu dapat mengakibatkan komplikasi infeksi. Waktu yang optimal untuk bertindak sebelum 6-7 jam (golden period). Berikan toksoid, antitetanus serum (ATS), atau tetanus human globulin. Berikan antibiotik untuk kuman Gram positif dan negatif dengan dosis tinggi. Lakukan pemeriksaan kultur dan resistensi kuman dari dasar luka fraktur terbuka. Teknik debridemen adalah sebagai berikut:

1. Lakukan narkosis umum atau anestesi lokal bila luka ringan dan kecil.

2. Bila luka cukup luas, pasang dulu torniket (pompa atau Esmarch).

3. Cuci seluruh ekstremitas selama 5 - 10 menit kemudian lakukan pencukuran. Luka diirigasi dengan cairan NaCl steril atau air matang 5 - 10 menit sampai bersih.

4. Lakukan tindakan desinfeksi dan pemasangan duk

5. Eksisi luka lapis demi lapis, mulai dari kulit, subkutis, fasia, hingga otot. Eksisi otot-otot yang tidak vital. Buang-buang tulang-tulang kecil yang tidak melekat pada periosteum. Pertahankan fragmen tulang besar yang perlu untuk stabilitas.

6. Luka fraktur terbuka selalu dibiarkan terbuka dan bila perlu ditutup satu minggu kemudian setelah edema menghilang (secondary suture) atau dapat juga hanya dijahit situasi bila luka tidak terlalu lebar (jahit luka jarang).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar